Panggilan Spesial untuk yang Spesial

Panggilan Spesial untuk yang Spesial

Ada teman ummahat, yang anak sulungnya sudah perawan. Suatu saat dia mengangkat telpon, tampaknya dari laki-laki. Dia berkata, “Antum ada dimana?” Kupikir siapa yang telpon. Tapi nada pembicaraan selanjutnya kok membahas anak-anak ya? Walah, kalau begitu yang telpon pasti suaminya! Saya ngikik sendiri, kok nikah sudah belasan tahun dan anak sudah ada yang perawan, memanggilnya ‘antum’ sih? Kayak lagi rapat di kampus aja. Selidik punya selidik, ternyata suami juga memanggil istrinya ‘anti’. Sejak itu, kalau kami sedang berkumpul dan suaminya tiba-tiba menelpon, kadang kuledek, “Tuh, bu anti, bapak antum telpon” Qiqiqi, jadi ketawa berdua deh.

Pernah juga kutanya, kenapa memilih panggilan ajaib seperti itu, karena pasti ada alasannya. Ternyata benar. Kata si istri, itu untuk mengenang masa-masa perjuangan, supaya bersyukur dengan keadaan sekarang. O, begitu. Baiklah ibu Anti, saya paham kalau masa perjuanganmu dengan bapak Antum perlu dikenang ๐Ÿ™‚

Ada juga teman (perempuan) yang membahasakan suaminya dengan ‘akhi’. Lah kan pas sms rada mesra jadi lucu tuh. “Misss u akhi…” Halah gubrak, entar dikira CBSA (Cinta Bersemi Saat Aksi). Heu heu. Untunglah setelahnya mereka sepakat memanggil dengan ‘sayang’, meski kadang gak jelas ini siapa yang dimaksud, karena sono-sini ‘sayang’ semuanya.

Ada lagi teman ummahat yang lain, dia memanggil suaminya dengan ‘honey‘, sementara suaminya memanggil dia dengan ‘cinta‘. Bagus banget sih. Tapi jadi lucu pas suatu saat si istri ini jengkel karena suaminya tak juga menjemput padahal sudah janji mau jemput, dia rada ngomel di telepon, “Honey gimana sih? Kok gak dateng-dateng? Cinta kan dah lama nunggu. Dah bubar ngajinya dari tadi nih”

Qiqiqi, panggilan boleh mesra, tapi kalau digunakan untuk marah-mara jadi aneh deh jadinya. Mungkin seharusnya panggilan itu kalau pas hati lagi adem ya. Kalau lagi rada korslet, ya cukup abi/ummi aja. Seperti bunda Aisyah, kalau hatinya adem menyebut suaminya Muhammad. Tapi kalau lagi rada sumpek, menyebutnya Rasulullah.

Rasulullah pun memanggil Aisyah dengan panggilan sayang, ‘Humaira‘, yang artinya berpipi merah. Tapi itu dalam kondisi normal. Saat Aisayh suatu kali rada cerewet, Rasul mengatakan, “Benar-benar putri Abu Bakar“.

Intinya, panggilan spesial pada pasangan memang perlu diciptakan, dan musti cukup kreatif mencari yang pas. Bisa berdasarkan diskusi, bisa juga berdasarkan keinginan masing-masing. Panggilan spesial ini perlu untuk merawat cinta kasih antar pasangan, karena menikah kan tidak untuk satu dua tahun saja tapi untuk selama hidup, insya Allah. Tapi penggunaan panggilan tersebut pada akhirnya harus melihat kondisi. Saat di depan anak-anak, untuk melatih mereka, tentu kita membahasakan dengan abi ummi atau ayah ibu. Tapi saat berdua saja, panggilan spesial ini boleh berlaku, Itu pun bisa dibedakan jenisnya. Panggilan saat hati berbunga, panggilan saat kondisi biasa saja, atau panggilan saat hati sumpek. Dengan demikian, tanpa harus mencak-mencak dan berbicara dengan nada tinggi, pasangan pun akan tahu suasana hati lawan bicara hanya dari clue cara memanggilnya saja. Jadi, misalnya suaminya memanggil dengan panggilan khusus kalau lagi hati sumpek misalnya, istri bisa siap-siap memadamkan api amarah suaminya sebelum terlanjur menjadi besar.

Akan halnya saya, juga punya panggilan spesial, yang sejak hari pertama nikah telah diterapkan. Suami memanggilku Ajeng, kependekan singkat dari dhiajeng, yang artinya adalah adinda, dalam bahasa jawa. Namanya juga kami orang jawa. Tapi panggilan ini juga pernah mendapatkan ujian. Waktu itu lagi ramai kasus penipuan via hape jika hape kita hilang. Ada perampok yang memanfaatkan hape itu untuk pura-pura jadi suaminya dan sms ke istrinya (kan biasanya di hape disimpan dengan nama my love, sayang, atau sejenis itu). Penelpon pura-pura lupa nomor pin dan menanyakan nomor pin pada istri, dan saat dibalas, terkuraslah atm si pemilik hape (berikut dompetnya yang juga hilang).

Nah, kayaknya suami takut kejadian itu menimpa dirinya, berhubung dia orangnya juga pelupa kuadran satu. Sehingga nama ‘Ajeng sayang’ di phone book-nya dia ganti dengan nama asliku. Pas suatu saat kulihat, dia ceritakanlah alasan penggantian nama itu. Meski untuk panggilan verbal ya tidak pernah berubah, tetap saja ‘Ajeng’. Terus kuberi saran, “Ya gak usah pakai sayang-sayang, cukup Ajeng aja. Atau kalau mau dtambahi jangan pakai bahasa yang familiar”

Sejak itu, kulihat namaku di phone booknya adalah ‘Ajeng Huriy’ Hihi, baiklah, mangga wae lah.

Jadi, panggil apa enaknya ya pada pasangan kita? Pikir sendirilah, dan itu hak prerogatif masing-masing pasangan ๐Ÿ™‚

Oh ya, ini khusus yang post wedding ya. Kalau yg masih ta’aruf atau pasca khitbah sekalipun, semuanya masuk pre wedding, haram tuh manggil-manggil pakai bahasa spesial kayak gitu. Jangan coba-coba yaa! Jagalah hati, Waspadalah, waspadalah ! *sambil ngasah golok buat calon pasangan yang nekad.

Muktia Farid
muktiamini@blogspot.com

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Panggilan Spesial untuk yang Spesial